Jumat, 07 September 2012

Kata Terakhir itu, Menyerah


Sore yang muram tidak segemilang kemarin. Ingatkan ku pada peristiwa itu yang membawa duniaku suram, sejenak. Kamu, yang sangat menyayangi aku itu, tidak sehangat dulu. Sinar mata yang tidak secerah dulu, ketika memandangku. Sentuhan yang hambar membuatku sedikit bertanya, kamu kenapa? Ada apa dengan dirimu? Juga dengan tulisan-tulisan singkatmu untukku. Tak kutemukan lagi semburat kasih sayangmu, untukku. Ada apa denganmu?

Kuteguk secangkir teh tubruk kesukaanmu. Yah, hanya ingin mengenangmu saja, maka kurelakan bibirku ini menyentuh teh itu. Sore ini aku sendirian, sedikit menyeruput lagi teh tubruk itu. Gurat wajahku mengerut, teringat jawaban semua pertanyaanku selama ini. Ada apa denganmu? Apa yang salah denganku? Ternyata itu hanya pertanyaan bodohku yang sedari awal tidak tahu apa-apa. Jawaban atas apa-apa yang berubah pada dirimu. Pelukan yang tidak sehangat dulu, sentuhan yang begitu dingin, dan kecupan... yang hambar.

Aku tidak menyalahkan kamu atau gadis ‘itu’. Aku hanya menyayangkan semua kebohonganmu padaku. Begitu mudah kamu merobek semua yang ada. Setelah dua bulan yang indah kau nikmati bersamanya, hahaha... Aku hanya tersenyum tipis. Hari indahmu bersamanya, dengan menusukku dari belakang. Sudah hebat kau rupanya. Sudah merasa dewasakah jika kau lakukan semua itu? Hebat!

Lalu aku bertanya lantang padamu, mengapa kau lakukan itu padaku? Pada orang yang kau kasihi selama tiga tahun ini. Kau tidak berkata apa-apa, hanya diam, menundukkan kepala. Aku terus mendesak, dan kau menjawabnya...

Aku tidak punya cukup waktu untukmu...

Aku terlalu egois dan tak bisa menghargaimu...

Aku...


Entah apalagi jawaban-jawaban yang kau lontarkan. Saking banyaknya, sampai memory otak-ku tak cukup untuk merekamnya. Lalu kenapa hanya diam? Kenapa tidak kita bicarakan saja, sayang. Kenapa harus dibelakang, diam-diam menyakitiku. Untuk kedua kalinya kau menyakitiku dengan cara seperti ini. Apa?? Agar aku jera...??! Boy, wake up! Seperti kau tidak punya salah dan kekurangan saja... Cinta seharusnya tidak seperti ini. Cinta seharusnya bagaimana kita bisa bertahan, dengan kelemahan dan kelebihan kita, dalam suka dan duka... Dan aku tidak menginginkan perpisahan ini. Sama sekali tidak...

Tapi kau menginginkan ini semua... Kau yang memulai, dan kau juga yang mengakhiri. Hanya karena dia adalah perempuan-yang-baru-saja-kau-cintai, dengan mudahnya kau memilihnya. Tanpa mempertimbangkan aku yang hampir setiap hari mengasihimu. Seketika airmataku pun pecah kala itu. Aku tidak bisa apa-apa.

Aku mengadu pada Tuhan. Apa salahku hingga Dia lepaskan kau dariku? Apa mungkin Dia cemburu, karna aku lebih menyayangimu? Ya Tuhan, tidak bermaksud menduakanMu.. Aku mencintaiMu seutuhnya. Aku hanya berpikir dia adalah laki-laki yang Kau kirim untuk menjadi imamku kelak. Tapi ternyata skenarioMu tidak seperti apa yang aku pikirkan. Kau mengirimnya untukku, agar aku lebih mengerti bagaimana karakter seorang laki-laki. Agar aku lebih belajar lagi bagaimana cara mengasihi, berbagi, dan memahami satu sama lain, sebelum Kau mengirimku laki-laki yang tepat. Terimakasih Tuhan Yang Maha Baik. You’re the one and only, yang selalu tau apa-apa yang terbaik untuk umatnya. Aku tidak akan pernah menyesal berpisah dengannya. Kini senyumku pun lebih cemerlang dari sebelumnya. Terimakasih.

Seminggu berlalu... Hari dimana aku harus meninggalkan kota itu. Kota yang penuh kenangan tentangmu. Yang aku sendiripun, ingin menghapusnya, tapi sia-sia. Sekali lagi, kau menghubungiku dengan tulisan-tulisan singkat itu. Serasa sayur tanpa garam, apa ini? Rasanya aneh dan nggak enak. Kenapa masih menghubungi aku? Merasa bersalah? Oh terima kasih. Aku cukup tegar menghadapi semua ini, sekarang. Aku punya Tuhan, keluarga, dan sahabat-sahabat yang baik dan selalu ada disaat suka duka ku. Lalu aku matikan ponsel itu, membuka plug-nya, dan membuang kartu SIM yang ada didalamnya. Bukan tidak ingin berhubungan lagi atau memutus silaturrahmi, tapi aku belum siap dengan semua konsekuensinya. Luka ini belum sepenuhnya mengering, dan aku tidak ingin lebih terluka lagi, maaf...

Kini aku merasa lebih bebas. Meski kadang terdengar berita-berita tentangmu dan perempuan itu, yang sering menunjukkan kemesraan dimanapun berada. Aku tidak peduli. Meski banyak yang bilang, kau dan ‘dia’ hanya ingin diakui. Aku tidak peduli lagi, apapun tentangmu. Aku akan memusatkan semuanya untuk masa depanku. Supaya kelak, disaat aku sukses meraih semuanya, kau akan menyesal karna telah melepaskanku. Kelak...


Akhirnya tiba saat dimana aku harus menyerah. Tidak seperti dahulu, saat kau lakukan kesalahan itu, aku selalu mengharapkanmu kembali kepelukanku. Tidak untuk kali ini. Karna aku menyayangkan tenaga dan waktuku yang aku buang hanya untuk itu. Kini aku menyerah. Aku sudah ikhlas melepaskanmu. Hiduplah bahagia dengannya. Karna itu lebih baik...

Hhhhh... Sore kini menjadi senja, dan berganti jadi malam. Memang terasa sedikit lebih muram, pikirku. Karna aku teringat olehmu. Kali ini aku tidak menyayangkan waktu dan tenagaku. Bernostalgia itu menyenangkan. Mengingat tindakan bodohku dulu. Aku tersenyum tipis. Syukurlah kini bulan bersinar lebih terang. Aku sungguh tidak pernah merasa sebaik ini sebelumnya. Semuanya sudah ada digenggaman. Tinggal menunggu bintang yang akan setia menemani bulan.. Entah itu terlihat atau tidak. Tapi aku percaya, bintang itu selalu setia pada bulan.

Kata terakhirku, menyerah untukmu...

With ,
-lulu-

2 komentar:

  1. Hai Lulu :)

    be strong, be tough, semua akan indah pada waktunya nanti. Beberapa waktu dari sekarang, kamu akan dapat melihat apa rencana Tuhan yang sebenarnya dgn memberimu skenario tersebut :)

    BalasHapus
  2. Big thanks for you Merry!! You made my spirit bigger! Hehe
    But, actually that was my friends' story. Thanks anyway. God bless us!! :)
    Merry, may I make your blog standing in this cute blog?? So I can keep stalking your blog easily ;)

    BalasHapus