Jumat, 21 September 2012

Apa Kabar, Gendut?


Hey Gendut!

Sudah lama aku tak mendengar kabarmu. Sudah lama juga tulisanmu tak menghiasi inbox handphone-ku. Kamu sehat? Lagi sibuk ya sekarang ngurus skripsi? Ah tenang, aku yakin kamu pasti bisa melewatinya. Tidak ada yang tidak bisa kau lakukan. Kau selalu bisa melakukan semuanya, akupun takjub! Ah Gendut, apa kabar kau sekarang? Tidakkah kau merindukanku?

Sepertinya kau sudah melupakan aku. Karna kini kau tengah asyik menikamti indahnya hari bersama wanita pilihanmu, begitu pula aku. Betapa beruntungnya dia bisa menjadi milikmu. Betapa senangnya dia bisa menjadi penyebab dari tawamu. Betapa serunya dia bisa menjadi bagian dari hari-harimu. Tidak seperti aku, yang diam-diam mengendap-endap keluar dari dinding hatimu. Dan kini kita bahagia dengan hidup kita masing-masing.

Aku ingat, ketika kala itu tawamu masih menjadi alasanku untuk pergi kesekolah, berangkat les, dan.. sholat. Ah, dasar, seharusnya aku tidak melakukan tindakan bodoh macam itu. Aku tak pernah lupa sinar matamu ketika menatapku dengan lugu. Kau mengajarkanku banyak rasa. Dari rasa malu, bingung, canggung, berbohong pada perasaan sendiri, memendam, cemburu, enggan banyak komentar. Tapi sungguh kau adalah candu, candu untukku dan duniaku kala itu. Kau adalah penyebab mataku yang seringkali sembab, hanya karna waktuku melihatmu tak lagi banyak. Sekolah kita sudah berbeda dan waktu kita bertemu-pun hampir tak ada. Tentu saja kau tak merasakan apa yang kurasakan, juga tak memiliki rindu yang kusimpan rapat-rapat.

Aku sengaja menyembunyikan perasaan ini. Aku tidak ingin kita menjadi canggung. Melihatmu dari kejauhan saja, rasanya lebih dari sekedar cukup. Melihatmu tersenyum saja sudah membuat hatiku tenang. Kau, yang sering kikuk jika hanya berdua dengaku. Aku yang sering jadi berkeringat dingin jika kau ajak bicara aku. Semua memang terjadi begitu indah. Sayangnya terlalu banyak jarak yang membuat kita tak bisa bersatu. Terlalu banyak alasan klise yang membuat kita tak bisa bertemu. Yang membuat kita tak bisa jujur tentang semuanya.

Aku sudah menghabiskan seluruh tenagaku untuk bisa bernafas tanpamu, dan sepertinya itu berhasil. Walapun terkadang setiap malam kamu kembali bercengkrama dalam ingatanku. Pikiranku masih ingin menjadikanmu topik utama, hatiku masih membiarkanmu bertengger disana. Sedikit menyakitkan, memikirkanmu yang tak pernah sama sekali memikirkanku.

Gendut, kamu apa kabar? Kamu nggak mau tau gimana aku sekarang? Kita sungguh menyedihkan. Tak saling sapa, juga tak pernah bertukar kabar. Gimana kabarmu sekarang, Gendut? Ku harap kau dengar rintihanku. Rasanya tidak terlalu penting ya celotehanku ini. Tak apalah, toh kamu juga nggak akan pernah tau kan, ndut. Karna kamu memang tak pernah peduli. Menyedihkan memang.

Kini hidupku tak lagi seperti dulu, dan aku masih berusaha melupakan sosokmu yang tak akan pernah lagi terengkuh oleh pelukku. Aku cukup bahagia sekarang, menjalani desah-desah nafasku yang (selalu) berjuang untuk membuangmu dari pikiranku. Airmatapun kini tlah lelah menemaniku.

Terimakasih ya gendut! Karena sudah memberi warna dalam hidupku. Jika kelak kita berjodoh, kita pasti akan dipertemukan (lagi).

with ,
-lulu-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar