Minggu, 19 September 2021

My Pregnancy Journey - Cerita Hamil dan Melahirkan Kedua

 

Hello, apa kabar? Semoga semuanya baik-baik aja ya.

Cerita kehamilan dan melahirkan kali ini agak sedikit menantang ya, karena aku hamil dan melahirkan saat negeri ini sedang dilanda pandemic covid-19. It’s okay, syukuri dan jalani aja apa yang sudah digariskan.

Kala itu pertengahan bulan Oktober 2020, pertama kalinya aku tahu bahwa aku hamil, which is saat itu kandungan sudah berusia kurang lebih 8 minggu. Keluhan masih sama seperti kehamilan yang pertama, tidak tahan dengan bau sabun mandi yang wangi, walhasil diriku jadi jarang mandi, hehe. Berbeda dengan kehamilan pertama yang so excited, curious dan agak pecicilan, di kehamilan kedua ini terbilang cukup manja ya, karena apa-apa dikit selalu sambat. Plus malas gerak, mau ambil minum aja aku ngesot, alias mager sekali untuk jalan. Eh, tapi bisa juga ini gegara pandemic yang mengharuskan aku untuk #DiRumahAja, hoho (nyari kambing hitam).

06 Mei 2021

Saat usia kandungan saya 34 minggu, qadarullah suami mengalami kecelakaan yang mengakibatkan pergelangan tangan kirinya cidera. Hari itu juga kami langsung meluncur ke Jepara untuk menjalani pengobatan dan terapi di rumah Ibu Mertua. Kurang lebih tiga minggu kami di sana, Alhamdulillah kondisi suami semakin membaik tapi belum bisa pasang galon, ehehe.

31 Mei 2021

Belum juga suami sembuh total, eh malah diriku positif covid dong, duarr! Ambyar nggak tuh. Pikiran udah melayang kemana-mana. Takut begini begitu, kalau nanti begini gimana dan blablabla. Alhamdulillah, thanks to pak suami yang sudah sabar meyakinkanku, menenangkanku dan merawatku selama 10 hari sampai aku sembuh.

Oke, lanjut.

11 Juni 2021

Setelah sembuh (hasil swab negative), sudah cek lab dan cek kehamilan rutin di puskesmas dan dokter, nggak pake lama aku langsung mudik ke Pekalongan (rumah ibu dan bapak). Rencana memang ingin melahirkan di puskesmas sini saja (kayak lahiran yang pertama), karena dekat sama Ibu J

Seminggu sebelum HPL, barulah aku mulai bergerak. Jalan kaki dan naik turun tangga aja. Yoga dan gerakan-gerakan khusus lainnya memang nggak ku lakukan karena ya itu, malas. Yoga mat dan gymball jadi menganggur ya, bund. Astaghfirullah. Jangan ditiru ya, yeorobund. Dua hari sekali aku jalan kaki keliling stadion (lapangan bola) 3-4 kali putaran atau sekuatnya aja. Selebihnya diriku adalah kaum rebahan.

18 Juni 2021

Jam 9 malam aku merasakan ada rasa cekit-cekit geli di bagian perut. Oke, udah mulai nih. Masih dibawa santai ngobrol ngakak-ngakak sama adik-adik dan anak wedok. Sakitnya makin intens sampai ku tak bisa tidur, omg. Malah scrolling instagram sama twitter dong, dasar!

19 Juni 2021

Hari Perkiraan Lahir.

“Okay dedek, jadi mau lahir hari ini ya? Yuk gasskeun, kita hadapi kontraksi dan lahiran ini dengan kalem ya dek, nyaman dan lembut… lahir dengan sehat, selamat, lengkap, sempurna ya dek… Bismillah…”

Begitulah kira-kira salah satu percakapanku dengan si jabang bayi. Mengharap kontraksinya nggak bar-bar dan lahiran dengan smooth. Aku masih menikmati kontraksi di rumah. Masih bisa scroll and chat sampai siang. Setiap kontraksi datang, ku bawa jalan. Pelan aja dan semampunya, sekuatnya. Katanya ini bisa bikin nambah bukaan dengan lebih cepat (beneran loh).

Pukul 14.30 sore, aku udah mulai nggak nyaman dan kesakitan saat kontraksi datang, udah nggak bisa mainan hape lagi. Artinya aku harus bergegas ke puskesmas. Aku langsung aja meluncur ke puskesmas yang jaraknya 5 menit dari rumah (ditemenin suami). Sampai puskesmas, rasanya udah makin nggak karuan ya (saat kontraksi). Aku diswab dulu sama Bu Bidan, baru lanjut cek VT. Ternyata baru bukaan 6, tapi kok udah sakit banget ya kayak udah mau brojol. Rasanya sakit banget sampai pengen poop, YaAllah.

Bu Bidan sudah mengharuskan tidur miring kiri biar bukaan makin cepat, oke saya nurut (kalau masih kuat jalan, jalan aja). Karena aku terlihat agak lemes (nggak kuat nahan sakit, bund), aku disuruh makan dan minum juga untuk mengisi tenaga, oke siap Bu Bid. Walau Bu Bid agak galak (dan perhatian), tapi ku tetap sayang karena Bu Bid yang akan merawatku dan membantu proses lahiranku. Hhehe.

Nah, setiap aku merasa kesakitan dan nggak nyaman karena kontraksi, suami selalu mengingatkan untuk fokus sama pernafasan saja, bukan pada rasa sakitnya.

Tapi sakit. Piye ya.

Oke.  Aku harus berdamai dan ikhlas dulu untuk menjalani ini semua, termasuk saat merasakan rasa sakit dan tidak nyaman. Jadilah kontraksi demi kontraksi aku lewati dengan penuh keringat dan fokus sama pernafasan aja. Kalau aku, suami harus tetap stay di sisi ya bund (kecuali kalau mau sholat, bolehlah mlipir bentar).

Long story short, aku udah mulai nggak bisa nahan HIV alias hasrat ingin voop. Asli. Aku panggil Bu Bidan buat cek VT, karena feelingku udah lengkap nih kayaknya. Beneran dong, bukaan udah lengkap. Akhirnya ketubanku dipecah sama Bu Bid, lalu beliau menjelaskan cara-cara mengejan saat mau brojolin bayi.

Aku udah di posisi siap brojolin bayi, tinggal nunggu gelombang cintanya aja. Pas udah datang, langsung aja aku ngeden nggak pake babibu, eh lha dhalah dedek bayi langsung meluncur aja nggak pake assalamu’alaikum sampe Bu Bid agak kewalahan nangkepinnya. Walhasil, perineum sobek panjang dan aku dapet beberapa jahitan nikmat.

"Mbak, kamu tadi kelihatan lemes tapi kok ngeden e kuat juga ya!!!" alias agak nyindir ya Bu Bid, kenapa ngeden nggak pelan pelan aja. Wkwkwk.

Alhamdulillah masih dipanggil 'mbak'. WKWKWKWK.

Alhamdulillah dedek bayi perempuan lahir dengan sehat, selamat dan lengkap pukul 17.00 WIB.

Alhamdulillah wa syukurillah. Semua atas kuasa dan ijin Allah SWT.

And you know what? Jam 21.00 aku poop dong, bener-bener ye! Can’t you imagine, jam 5 sore lahiran, ba’da maghrib selesai dijahit, dan jam 9 malem poop. Lancar dan nggak sakit. Jahitan juga masih oke. Bener-bener ya, manusia tuh nggak ada apa-apanya tanpa kekuasaan Allah SWT.

Menurutku, selain berdaya diri, ikhlas dan berani hadapi adalah kunci. Sakit dan takut itu harus dihadapi. Memang nggak gampang, namanya juga sedang berjuang. Tiap-tiap orang berbeda saat mentolerir rasa sakit. Apalagi saat harus melahirkan, kita justru harus ikhlas dan berdamai dengan rasa takut, sakit, dan tidak nyaman. Agar saat semua itu terjadi, kita masih tetap semangat dan sanggup meski harus menangis saat menghadapinya.

Jadi ya, apapun yang (akan) terjadi dalam hidup kita, kita harus ikhlas dulu baru kita bisa menjalaninya.

Jiaakkhhh.

Semoga sehat selalu.

Thank you for reading. See you on my next post.

Bye.

Xoxo,

Lulu.